Loetju.id - Sampah merupakan hal-hal yang dibuang dan sudah tidak terpakai lagi. Sampah juga dapat diartikan sebagai buangan dan sisa dari suatu proses tertentu. Pada umumnya, sampah dibedakan berdasarkan 3 jenis yaitu sampah organik, anorganik, dan sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Sampah organik merupakan sampah yang mudah membusuk dan mudah terurai dalam waktu yang cepat, contohnya adalah sisa makanan, sisa buah dan sayuran, daun kering, sampah dapur, dan sebagainya. Sampah anorganik merupakan sampah yang sulit membusuk dan terurai dalam waktu yang lama, contohnya adalah plastik, kaleng, botol kaca, kertas dan sebagainya. Sampah B3 merupakan sampah yang mengandung zat beracun dan berbahaya seperti deterjen, pemutih pakaian, pembersih kamar mandi, pembasmi serangga, batu baterai, dan sebagainya.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita pasti menghasilkan sampah dari kegiatan rumah tangga baik sampah organik, anorganik, maupun B3. Sampah jika tidak dikelola dan diolah dengan baik dan dengan cara yang benar maka akan menimbulkan masalah lebih lanjut terhadap kehidupan sehari-hari dan masa yang akan datang.
Pada tanggal 24 Januari 2024, di Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang, dilaksanakan salah satu program keilmuan dari Mahasiswa KKN Tim 1 UNDIP 2023/2024 yang berlokasi di rumah Kepala Dusun Dayugo. Program ini berbentuk acara pengenalan teknologi biopori sebagai alternatif pengolahan sampah dapur dan sampah organik melalui pemaparan materi, pemutaran video penerapan biopori, dan menunjukkan alat fisik biopori secara langsung. Program keilmuan ini dipilih atas latar belakang permasalahan sampah yang ditemui di Desa Banyusidi. Sasaran dari program keilmuan ini adalah masyarakat Dusun Dayugo, Desa Banyusidi.
Masyarakat Desa Banyusidi belum terlalu memperhatikan pemilahan dan pengolahan sampah yang baik dan benar terutama untuk sampah organik. Sampah organik masih dibuang secara masing-masing oleh warga Dusun Dayugo sendiri. Dari hasil observasi kepada masyarakat, sampah sisa makanan seringkali dijadikan sebagai pakan ternak ayam yang dimiliki warga. Untuk sampah daun kering dan ranting-ranting pohon masih dikelola dengan cara dibakar, yang mana hal ini tentunya tidak baik karena akan menimbulkan polusi dan masalah kesehatan. Sedangkan untuk sampah dapur seperti kulit bawang, kulit kentang, kulit wortel, dan sebagainya hanya langsung dibuang begitu saja ke TPS. Sampah-sampah organik tersebut sebenarnya dapat diolah menggunakan teknologi biopori dan dapat menjadi kompos alami.
Sumber: bagongjaya.com
Teknologi Biopori merupakan sebuah teknologi sederhana berupa lubang yang dibuat tegak lurus ke dalam tanah sebagai alternatif pengolahan sampah organik terutama sampah dapur dan dedaunan, sekaligus menjadi lubang resapan air hujan. Biopori dapat diterapkan menggunakan pipa untuk menjaga bentuk lubang agar tetap stabil didalam tanah. Minimal kedalaman lubang Biopori pada umumnya sepanjang 50 cm kedalam tanah dengan diameter sebesar 10 cm.
Manfaat dari lubang biopori adalah mengurangi tumpukan sampah organik dan sampah dapur, menghasilkan pupuk kompos alami, menambah daya serap tanah terhadap air hujan, mengatasi genangan air hujan dan banjir, dan solusi berkelanjutan pengolahan sampah organik. Lubang-lubang yang ada di badan pipa menjadi lubang resapan dan masuknya organisme-organisme pengurai yang ada di dalam tanah. Penutup dibagian atas pipa berfungsi untuk menjaga sampah organik yang ada didalamnya tidak meluap keluar ketika hujan deras dan mengurangi bau busuk dari proses pengomposan.
Dengan adanya pengenalan teknologi biopori ini, diharapkan masyarakat Desa Banyusidi dapat menerapkannya untuk pengolahan sampah organik dan sampah dapur, serta turut berpartisipasi melakukan konservasi tanah dan memperbanyak cadangan air hujan yang terserap didalam tanah.
Penulis :
Salwa Fajar Febriana
(Mahasiswa S1 Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro)
Editor:
Achmad Munandar
Achmad Munandar
#p2kknundip